Thursday, May 22, 2014

KEGIATAN PENELITIAN HARUS PATUHI ETIKA

Kegiatan Penelitian Harus Patuhi Etika
Rabu, 21 Mei 2014

(JakartaHumas LIPI). Maraknya aksi plagiasi dan pelanggaran hak cipta yang dilakukan tokoh intelektual di Indonesia menjadi keprihatinan tersendiri bagi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Meningkatkan kualitas dan publikasi hasil penelitian adalah penting tapi juga penting untuk mematuhi etika saat meneliti, ungkap Kepala LIPI Prof. Dr. Lukman Hakim pada acara bertajuk Diskusi Terbatas Kode Etika Penelitian serta Klirens Etik Penelitian dan Publikasi Ilmiah Rabu (20/5) di Jakarta.

Sebagai lembaga riset, LIPI sangat mendorong peningkatan integritas penelitinya, salah satunya dengan menerbitkan buku Klirens Etik sebagai panduan penelitian. LIPI sebetulnya sudah sangat aktif melakukan sosialisasi kode etika dan klirens etik dalam berbagai cara. Kita bahkan dengan sangat tegas memberikan sanksi bagi peneliti yang melanggar, kata Prof. Dr. Erman Aminullah, Ketua Majelis Profesor Riset (MPR) LIPI.

Lebih lanjut, Erman mengungkapkan penelitipun mungkin tidak terlalu banyak paham mengenai kode etik. Sebagai contoh tulisan ilmiah dibuat LIPI tapi penerbitnya lembaga lain, itu juga dianggap melanggar kecuali LIPI memberikan lisensi pada lembaga tersebut dan ada tulisan disclaimer di dalamnya, ungkap Erman.

Erman juga memperingatkan adanya publisher pemangsa dan rekayasa untuk penerbitan jurnal dan buku. Dikatakannya, peneliti harus jeli untuk mencari penerbit bagi karya tulisannya. Klirens etik juga untuk mencegah dan menjamin bahwa hasil karya ilmiah asli, bebas dari fabrikasi, faksifikasi dan plagiasi.

Ia menyebutkan beberapa corak pelanggaran kode etik seperti meletakkan nama pengarang secara tidak adil, membuat laporan hanya untuk formalitas, dan menyalahgunakan jabatan peneliti untuk kepentingan pribadi. Kita pernah menemukan peneliti yang kurang berkontribusi justru ditulis di depan, lanjutnya.

Erman melanjutkan masalah lain yang umum terjadi adalah klirens deklarasi posisi terutama saat peneliti harus bicara di depan media massa atau suatu seminar. Intinya peneliti punya hak bicara tapi harus clear dia bicara sebagai siapa, sebagai seorang pribadi atau mewakili institusi, pungkasnya.(ys)

» Sumber : Humas LIPI

» Kontak : Ka LIPI

» ARTIKEL TERKAIT :


» Arsip
» Diakses : 147 kali
» Dikirim : 0 kali



View the Original article

No comments:

Post a Comment