Wednesday, July 24, 2013

E Voting Pilkades Jembrana, Sebuah Miniatur Pemilukada

Category: Berita Teknologi Informasi,Energi & Material

Proses demokrasi di Indonesia semakin hari kian semarak. Genta demokrasi seiring berjalannya waktu terus berubah, mulai dari jumlah partai, metode kampanye, hingga metode pemilihan atau pemungutan suara, khususnya yang mulai dirambahi oleh teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Tak bisa dipungkiri, masyarakat kian hari kian cerdas. Kejenuhan mereka akan metode pemilihan suara yang kian hari dianggap kerap dimanipulasi, membuat kehadiran e voting layak menjadi sebuah metode baru yang patut untuk diujicobakan.

“Teknologi e-Voting yang menjamin berlangsungnya pemungutan suara dan perhitungan menggunakan TIK untuk menjamin pemilu yang transparan, jujur dan akuntabel serta dapat diaudit di tiap tahapannya, layak dijadikan metode yang tepat untuk melaksanakan pemilu,” ungkap Direktur Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi BPPT, Hammam Riza, Jakarta (24/7).

Pria bergelar Doktor tersebut juga menyampaikan bahwa BPPT Senin besok akan menggelar  e voting Pilkades di empat dusun atau banjar di Desa Mendoyo Dangin Tukad, Jembrana, Bali pemilihan kepala desa (Pilkades) dengan pemilihan elektronik (e-voting) dilengkapi sistem verifikasi pemilih menggunakan e-KTP. “Pilkades yang akan digelar 29 Juli 2013 ini merupakan e-voting pertama dengan verifikasi e-KTP di Indonesia,” jelasnya.

Hammam juga mengatakan Pilkades di Jembrana ini merupakan terobosan bagi Indonesia, karena pertama kali melakukan pemanfaatan e-KTP untuk pemilu dengan e-voting. “Pilkades Jembrana patut kita saksikan sebagai miniature Pemilukada,” bangganya.

Evoting, dimulai dari Pilkades

Kepala Program Sistem Pemilu Elektronik BPPT, Andrari Grahitandaru mengungkapkan bahwa Pilkades dengan e-voting jelas menciptakan penghematan yang signifikan. Sebagai contoh pemilihan pilkades Boyolali dilakukan di 160 desa dengan biaya operasional Pilkades per desanya sebesar Rp 25 juta. “Jika ditotal biayanya mencapai Rp 4 miliar. Melalui e-voting menghemat Rp 2 miliar,” terangnya.

Andrari menjelaskan jika melaksanakan e-voting pemerintah daerah hanya butuh menginvestasikan lima perangkat e-voting seharga Rp 50 juta dan bisa dipakai berulang-ulang, karena setiap Kabupaten praktis hanya tinggal membeli minimal 5 perangkat e voting tersebut dan dapat digunakan di tiap penyelenggaraan Pilkades.

"Yang terjadi selama ini, Pilkades bisa diulang beberapa kali dalam satu periode pemungutan suara. Malah ada sebuah desa yang melaksanakan Pilkades sampai empat kali untuk satu pencalonan yang sama. Ternyata biaya demokrasi itu mahal. Di Indonesia terdapat 76.665 desa dan biaya pilkadesnya mencapai sebesar hamper Rp 2 triliun," jelasnya.

Tentu penggunaan TIK diharapkan memberikan efek yang baik dalam warna baru berdemokrasi. Diyakini pro dan kontra pasti akan terjadi. Oleh karenanya metode Pemilu Elektronik (e-voting) membutuhkan persiapan dan perbaikan guna memenuhi persyaratan untuk digunakan sebagai sebuah metode pemilihan yang layak digunakan. “Intinya adalah, e voting, Solusi terindah dalam Demokrasi,” ungkap Hammam. (SYRA/humas)



View the Original article

No comments:

Post a Comment