Monday, July 15, 2013

MENGANDALKAN IKAN DARI DANAU

Mengandalkan Ikan dari Danau
Senin, 15 Juli 2013

Ketika pasokan perikanan tangkap dari laut tidak dapat diandalkan, budi daya ikan tawar di beberapa danau menjadi alternatif untuk mencukupi konsumsi ikan yang terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Kebutuhan ikan di Indonesia terus mengalami peningkatan seiring pertumbuhan penduduk setiap tahun. Pada saat ini, jumlah penduduk Indonesia 245 juta jiwa, sedangkan kebutuhan ikan mencapai 3233 kilogram (kg) per kapita per tahun.

"Angka itu diperkirakan meningkat menjadi 40 kg per kapita per tahun pada tahun depan," kata Riza Damanik, Dewan Pembina Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), ditemui Koran Jakarta di kantornya di bilangan Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (3/7).

Sejauh ini, pemenuhan kebutuhan ikan untuk konsumsi berasal dari perikanan tangkap di laut dan budi daya ikan air tawar. Kedua tempat ini menghasilkan 13 juta ton ikan per tahun. "Pada 50 tahun ke depan dibutuhkan 20 juta ton ikan per tahun," ujar Riza.

Upaya menggenjot produksi ikan, lanjut Riza, sekarang ini tidak bisa mengandalkan perikanan tangkap. Data produksi perikanan laut 2012 mencapai 5,8 juta ton. Angka tersebut berarti mendekati ambang batas penangkapan ikan dari potensinya di laut Indonesia sebesar 6,4 juta ton setiap tahun. "Kalau kita dorong penangkapan ikan laut lebih besar maka berimplikasi terhadap pengelolaan perikanan yang tidak berkelanjutan," tegasnya.

Indonesia perlu mencari jalan keluar untuk mengatasi persoalan pemenuhan ikan. Salah satu solusi yang bisa ditempuh dengan peningkatan budi daya ikan air tawar melalui tambak di pinggir pantai atau di daratan, yaitu marine culture (budi daya di laut), aqua culture (pesisir pantai), dan potensi perairan di persawahan atau danau. "Ini belum digarap secara optimal," jelasnya.

Walaupun demikian, Riza mengakui 60 persen pemenuhan ikan di dalam negeri memang telah dipasok ikan air tawar. Tantangan terbesar lain dari budi daya ikan air tawar adalah lingkungan tercemar di tempat budi daya ikan air tawar seperti di danau akibat pembuangan limbah dari perusahaan-perusahaan di sekitarnya.

Riza mencontohkan Danau Toba di Sumatra Utara merupakan perairan yang dimanfaatkan untuk budi daya perikanan tawar, tapi terancam pencemaran. "Dari sisi tata ruang, apakah Danau Toba diletakkan sebagai tempat budi daya ikan atau sebagai tempat pembuangan limbah," ujarnya.

Gadis Sri Haryani, peneliti Limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), sependapat, tata ruang dan pembuangan limbah industri maupun pertanian menjadi persoalan yang dihadapi danau-danau di Indonesia. Penebangan hutan dan pengolahan tanah di sekitar danau untuk lahan pertanian berakibat erosi di wilayah daerah aliran sungai (DAS) yang membawa sedimen ke danau. Akibatnya, tidak sedikit danau yang mengalami pendangkalan.

Pendangkalan yang terjadi di danau berdampak berkurangnya ruang hidup ikan di lahan basah tepian danau dan peningkatan suhu kumulatif memusnahkan tempat pemijahan ikan. "Berkurangnya luasan danau yang dangkal menyebabkan hilangnya sebagian besar habitat karena dapat kehilangan elemen ekologi penting disebabkan oleh fluktuasi air," ujar Gadis.

Belum lagi permasalahan pencemaran air di danau yang berdampak terhadap penurunan kualitas air danau. Ujung-ujungnya, musnahnya organisme air yang berperan sebagai mata rantai makanan ikan seperti fitoplankton, zooplankton, dan bentos.

Selain itu, danau sebagai perairan tawar mengalami eksploitasi perikanan dan mekanisasi transportasi air. "Keseluruhan ekosistem danau mengalami dampak akibat aktivitas manusia," tegasnya.

Penyelamatan Ekosistem

Untuk menyelamatkan ekosistem danau, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah menyusun grand design. Dari 840 danau yang ada, sebanyak 15 danau diproritaskan pertama dalam langkah tersebut. Kelima belas danau itu antara lain Danau Toba, Danau Kerinci, Danau Matano, Danau Limboto, Rawa Danau, Rawa Pening, Danau Batur, Danau Tempe, Danau Singkarak, Danau Semayang Melintang Jepang, Danau Kaskade, Danau Sentarung, dan Danau Sentani.

"Ada danau yang perlu mendapatkan perhatian khusus sehingga kita prioritaskan, seperti Danau Matano karena di situ ada ikan endemik," jelasnya.

Gadis mengemukakan danau yang termasuk dalam grand design KLH itu masih bisa dimanfaatkan untuk tempat budi daya ikan air tawar dengan memperhatikan karakternya. Suatu danau bisa dikelola sebagai budi daya ikan air tawar dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Hal itu dapat dilakukan dengan mengombinasikan berbagai disiplin ilmu yakni hidrografi, hidrokimia, meteorologi, dan biologi. Sebagai contoh, LIPI mengembangkan teknologi histografi untuk menganalisis reproduksi ikan, termasuk kondisi ikan migrasi yang menempuh ribuan kilometer.

Pengelolaan daerah tepian danau (ekoton riparian) juga menjadi perhatian LIPI karena merupakan habitat ikan air tawar. "Daerah riparian mendukung kehidupan ikan sebagai tempat perlindungan, tempat asuhan, dan tempat mencari ikan," jelasnya.

Selain danau yang masuk dalam grand design KLH, menurut Gadis, ada beberapa danau yang cocok untuk membudidayakan ikan air tawar. Danau-danau lain yang dikenal sebagai tempat berkembangnya ikan air tawar adalah Danau Sentarum (Kalimantan Barat), Danau Kerinci (Jambi), Danau Ranau (Lampung), Danau Maninjau dan Danau Singkarak (Sumatra Barat), Danau Sentani dan Danau Paniai di Papua, Danau Semayang, Danau Melintang, dan Danau Jempang (Kalimantan Timur), Danau Malili, Danau Matano, Danau Tempe, Danau Mahalona, Danau Towuti (Sulawesi Selatan). mochamad ade maulidin



» Arsip
» Diakses : 5 kali
» Dikirim : 0 kali



View the Original article

No comments:

Post a Comment