Friday, July 5, 2013

BABAD DIPONEGORO DAN NAGARAKRETAGAMA DIAKUI SEBAGAI INGATAN KOLEKTIF DUNIA OLEH UNESCO

Babad Diponegoro dan Nagarakretagama Diakui sebagai Ingatan Kolektif Dunia oleh UNESCO
Jumat, 5 Juli 2013

(Jakarta, 5 Juli 2013 - Humas LIPI). Setelah menunggu lima tahun, UNESCO akhirnya memberi pengakuan International Memory of the World (MOW) Register untuk naskah Nāgarakrĕtāgama dan Babad Diponegoro.

Nāgarakrĕtāgama gubahan Empu Prapanca adalah deskripsi kejayaan dan kebesaran Majapahit pada masa pemerintahan Hayam Wuruk. Ditulis di atas lontar dengan huruf dan bahasa Jawa Kuna dan diungkapkan dalam format puitik kakawin, Nāgarakrĕtāgama juga berisi tentang hukum, undang-undang serta tata pemerintahan yang menjadi warisan Majapahit.

Sementara Babad Diponegoro adalah otobiografi dan perjalanan hidup Pangeran Diponegoro yang ditulis selama masa pengasinggannya di Manado pada 1831-1832. Walau berbeda jaman dengan saat ini, tetapi konsep dan pemikiran-pemikiran yang terkandung dalam Nāgarakrĕtāgama dan Babad Diponegoro dapat memberikan roh sumber kajian sosial, budaya, dan politik pada saat ini.

Kepala Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah LIPI selaku Sekretaris Komite MOW Indonesia Ir. Sri Hartinah M.Si. mengungkapkan, Nāgarakrĕtāgamadiajukan pada tahun 2008 setelah sebelumnya terdaftar sebagai Regional MOW Register. Sedangkan Babad Diponegoro diajukan pada tahun 2010. LIPI melalui Kedeputian Jasa Ilmiah mengurusi segala persayaratan legal formal untuk pengajuan tersebut, jelasnya, Rabu (3/7) lalu.

Indonesia sekarang mempunyai tiga naskah yang diakui sebagai Ingatan Dunia, Nāgarakrĕtāgama, Babad Diponegoro, serta sebelumnya I La Galigo yang telah terdaftar pada tahun 2011.

Ketua Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO Prof. Arief Rachman menyampaikan apresiasi terhadap kiprah LIPI dalam Komite Nasional MOW Indonesia. Komite ini membawahi Kementerian Negara Riset dan Teknologi RI, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, Museum Nasional, Arsip Nasional RI, Perpustakaan Nasional RI, serta LSM dan Perguruan Tinggi. Kedepannya kita harus memikirkan membeli artefak-artefak yang telah tersebar, menampungnya, dan memberi kemudahan akses untuk generasi muda ujarnya. (fz)



» Arsip
» Diakses : 30 kali
» Dikirim : 0 kali



View the Original article

No comments:

Post a Comment