Tuesday, July 30, 2013

MERANCANG ULANG DUNIA DENGAN BAMBU

Merancang Ulang Dunia dengan Bambu
Selasa, 30 Juli 2013

JAKARTA, KOMPAS.com Bambu merupakan material lokal yang terdapat hampir di seluruh pelosok Nusantara. Populasinya yang banyak dan sifatnya yang lentur nan kokoh, dapat menggantikan material beton yang biasa digunakan untuk pengembangan rumah atau bangunan lainnya.

Saat peluncuran Festival Internasional Arsitektur Bambu, Elizabeth Widjaja, peneliti bambu dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan, daya tahan bambu yang telah mengalami proses perendaman, bisa sampai 100 tahun. Sifatnya yang lentur dapat beradaptasi dengan pergerakan bumi (tanah) adalah nilai tambah yang tidak dimiliki oleh material lain dalam sebuah konstruksi bangunan.

Lebih jauh, Elizabeth menekankan, konstruksi berbahan baku bambu yang ditopang kekuatan batang, dengan teknik tegak-tarik dan "melenturkan" akan sangat kuat sekali. Contoh konstruksi bangunan yang menggunakan bambu adalah rumah tradisional Toraja. Rumah ini dapat bertahan puluhan hingga ratusan tahun dengan kapasitas yang dapat menampung beberapa keluarga berbobot besar.

Secara tradisional, bambu telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan bangunan daerah tropis maupun subtropis. Penggunaan bambu juga sudah digunakan secara luas untuk keperluan industri baik kertas, kayu lapis, kerajinan, kesenian, maupun bahan makanan. Walaupun bambu memiliki banyak keunggulan, penggunaannya masih menemui banyak kendala.

"Padahal, bambu dengan sifat khasnya dapat menjadi pemecah masalah urban. Bambu juga merupakan material yang ramah lingkungan dan sustainable. Sayangnya, data populasi pasti juga tidak ada, sehingga kita tidak dapat melihat seberapa besar potensi baik secara ekonomis dan fungsi jika memanfaatkan bambu secara massal untuk kepentingan proyek perumahan nasional, misalnya, atau karya arsitektur," imbuh Elizabeth kepada Kompas.com, di Jakarta, Senin (29/7/2013).

Dari data yang benar, lanjut Elizabeth, maka akan dapat dihasilkan sebuah rancangan strategis terkait bambu dan kegunaannya. Oleh karena itu, Festival Internasional Arsitektur Bambu yang akan diselenggakaran di Lombok pada 1-14 Desember 2013 mendatang merupakan rintisan dari sebuah mimpi besar; merancang ulang dunia dengan bambu.

Penggunaan bambu menjadi penting ketika dihadapkan pada sejumlah masalah kekinian di mana pembangunan sering kali abai terhadap kandungan dan kearifan lokal. Apalagi globalisasi dengan kredo "penyeragaman", menutup ruang kreativitas yang seharusnya diakomodasi secara maksimal.

Dirjen Ekonomi Kreatif Berbasis Media, Desain dan IPTEK, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Harry Waluyo, mengungkapkan, bambu merupakan media terbukanya kembali ruang kreativitas. Dengan bambu, para arsitek dapat merancang kembali dunia secara lebih baik, lebih berkelanjutan dan berefek secara ekonomis, sosial, sekaligus fungsional untuk masyarakat juga dunia arsitektur.

"Karya arsitektur juga merupakan sebuah identitas budaya. Budaya dihasilkan dari sebuah kreatifitas. Nah, sejauh mana sang arsitek dapat memanfaatkan bambu menjadi sebuah karya budaya yang dapat menjawab permasalahan dan memengaruhi dunia?" tandas Harry.

Green School yang berlokasi di Ubud, Bali, imbuh Harry, merupakan contoh nyata bahwa karya arsitektur bisa berbasis bambu. Dan ia dapat mengubah paradigma; sebuah bangunan yang merupakan karya arsitektur dapat harmoni dan lestari bersama lingkungan sekitarnya. Bukan sebaliknya; mengalienasikan diri.



» Arsip
» Diakses : 57 kali
» Dikirim : 0 kali



View the Original article

No comments:

Post a Comment