Sunday, April 7, 2013

LIPI SIAPKAN TEKNOLOGI PENDETEKSI LONGSOR

LIPI Siapkan Teknologi Pendeteksi Longsor
Minggu, 7 April 2013

"Prediksi lokasi rawan longsor diketahui terlebih dulu sehingga sensor dapat dipasang di daerah tersebut, sehingga dalam waktu 48 jam sebelum longsor 'warning' terdengar." ujarnya.

Peneliti dari Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bambang Widiyatmoko mengatakan sekitar tahun 1960 manusia masih percaya bahwa manusia tidak bisa meramal kapan dan dimana datangnya hujan.

Meski belum 100 persen tepat tetapi manusia sudah dapat memprediksi hujan, kata Bambang Widiyatmoko di Jakarta, Minggu (7/4).

Berdasarkan hal itu pula, ia mengatakan bahwa sebenarnya kejadian alam merupakan gejala fisis yang dapat diukur dan disimpulkan. Sehingga sistem peringatan dini yang selama ini lebih banyak dikenal untuk mendeteksi bencana tsunami dan jarang terdengar untuk antisipasi bencana tanah longsor ternyata juga dapat digunakan.

Jepang, lanjutnya, telah dengan serius menangani antisipasi bencana tanah longsor dengan membuat sistem peringatan dini tanah longsor di ruas jalan pegunungan yang berhasil memberikan informasi pergerakan tanah sehingga mampu memberikan rekomendasi kepada pihak berwenang melakukan penutupan jalan 48 jam sebelum longsor terjadi.

"Prediksi lokasi rawan longsor diketahui terlebih dulu sehingga sensor dapat dipasang di daerah tersebut, sehingga dalam waktu 48 jam sebelum longsor 'warning' terdengar." ujarnya.

Berdasarkan catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terhadap kerawanan tanah longsor di Indonesia periode 1990 hingga 2013, angka kejadian tanah longsor tertinggi mencapai lebih dari 600 peristiwa terjadi di Jawa Tengah, diikuti oleh Jawa Barat dengan lebih dari 400 peristiwa, dan Jawa Timur yang hampir mencapai 300 peristiwa.

Meski dibawah 100 peristiwa, Sumatera Barat menjadi daerah yang sering menghadapi bencana tanah longsor diikuti oleh Nusa Tenggara Timur (NTT).

Beberapa bencana longsor yang terjadi di Jawa yakni bencana aliran bahan rombakan di Desa Mandalasari, Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut, Jawa Barat, dengan 20 korban jiwa.

Bencana aliran lumpur di Desa Tenjolaya, Kecamatan Pasir Jambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, dengan 42 korban jiwa.

Bencana tanah longsor yang menimbulkan kerugian dan membahayakan nyawa masyarakat terjadi di KM 114 jalan Tol Purbaleunyi, Kabupaten Padalarang, dan jalur rel ganda kereta api antara Cilebut dengan Bojong Gede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Sensor prediksi longsor Lebih lanjut Bambang mengatakan tidak memungkiri antisipasi bencana tanah longsor seperti yang dilakukan di Jepang akan memakan banyak biaya apabila diterapkan di Indonesia yang memang memiliki titik rawan longsor yang tersebar. Tidak heran jika sangat sedikit teknologi sensor seperti yang digunakan Jepang juga dipergunakan di Indonesia.

"Baik sensor dan perawatan besar biayanya sehingga penggunaan teknologi ini tidak berkembang di Indonesia. Solusinya adalah mengembangkan sendiri sensor yang murah dan mudah dalam perawatannya, dan itu menjadi fokus kami," ujar Bambang.

Beberapa jenis sensor yang telah dikembangkan untuk dapat mengetahui pergerakan pada tanah dan dapat digunakan mendeteksi tanah longsor yakni ekstensometer (optik dan elektrik) dengan sensitivitas 10 mV per milimeter (mm), FBG Strain sensor, dan inklinometer (portable dan static) dengan resolusi 0,01 derajat.

"Ekstensometer ini untuk mengetahui pergerakan tanah, sehingga dapat dipasang di lebih banyak titik. Alat ini cukup sensitif sehingga pergerakan 0,01 mm bisa diketahui," ujar Bambang.

Beberapa lokasi yang menjadi tempat uji coba sensor-sensor ini antara lain Karang Sambung, Karang Anyar, dan jalan tol Ungaran, Semarang, Jawa Tengah. Penempatan empat macam sensor dipasang di masing-masing lokasi tersebut dan dipantau dari Serpong, Tangerang.

Dengan menempatkan multi sensor di multi lokasi dan membuat sistem monitoring pergerakan tanah seperti yang telah diuji coba LIPI, maka sistem peringatan dini khusus untuk bencana tanah longsor sangat mungkin diaplikasikan secara nasional.

Sementara itu, peneliti Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Adrin Tohari mengatakan teknik lain memprediksi tanah longsor dapat menggunakan sensor elektromagnetik dengan penempatan yang tepat di lokasi-lokasi yang sebelumnya telah diketahui rawan longsor.

Untuk itu, menurut dia, pendekatan pemetaan empirik yakni "GIS based mapping" untuk menetapkan lokasi merah rawan tanah longsor harus dilakukan sebelum penempatan sensor pada tanah.

Pemetaan empirik tersebut, lanjutnya, dilakukan berdasarkan kejadian longsoran dan parameter lereng seperti kemiringan, tata guna lahan, geologi, hidrologi.

"Tahap pemetaan ini memang tidak dapat digunakan untuk memprediksi waktu terjadinya longsoran," katanya.

Namun dengan pendekatan pemodelan hidrologi dan kestabilan lereng, ia mengatakan, prediksi tanah longsor dapat dilakukan dengan mengetahui kandungan air dalam tanah di satu daerah tertentu sehingga mengalami kejenuhan melalui sensor elektromagnetik.

Pemodelan hidrologi dengan sensor kadar air ini, ia mengatakan bekerja dengan pengamatan terhadap aliran listrik dari air yang terkandung dalam tanah sehingga dapat diketahui sel potensial yang menyebabkan penjenuhan pada tanah dapat terdeteksi.

Menurut dia, sensor inklinometer dan ekstensometer dapat digunakan untuk mendeteksi longsor dalam atau massa besar. Sedangkan sensor kadar air yang menggunakan pemodelan hidrologi dapat diterapkan untuk mendeteksi longsor dangkal seperti yang terjadi pada Cililin, Jawa Barat.

Belajar dari peristiwa bencana tanah longsor di Cililin, ia mengatakan penggunaan teknologi sensor untuk peringatan dini lebih memungkinkan digunakan untuk mencegah timbulnya korban jiwa dan materi.

"Memindahkan masyarakat dari titik rawan selama ini percuma karena mereka akan balik lagi. Pemerintah tidak memberikan fasilitas di tempat yang baru karena itu mereka kembali lagi, padahal jika satu lokasi sudah terjadi longsor kemungkinan terjadi pasti ada," ujar dia.

Menurut dia, menciptakan sistem peringatan dini untuk bencana longsor sangat mungkin dilakukan. Sistem peringatan dini yang bersifat pencegahan ini sangat bisa dikelola secara terpusat oleh BNPB untuk memonitoring lokasi merah rawan bencana longsor.

Ia menyebutkan di setiap kabupaten di Jawa saja rata-rata memiliki 10 titik rawan longsor. Karena itu kerja sama dengan Pemerintah Daerah (Pemda) dalam antisipasi bencana tanah longsor untuk membuat sistem peringatan dini sangat diperlukan.



» Arsip
» Diakses : 13 kali
» Dikirim : 0 kali



View the Original article

No comments:

Post a Comment