Wednesday, April 23, 2014

LIPI: 30,4 PERSEN TERUMBU KARANG RUSAK

LIPI: 30,4 Persen Terumbu Karang Rusak
Selasa, 22 April 2014

JAKARTA, (PRLM).- Hasil penelitian Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mencatat, hingga hingga 2013 pada 1.135 stasiun menunjukkan bahwa sebesar 30,4 persen kondisi terumbu karang di Indonesia mengalami kerusakan atau kurang baik.

Demikian terungkap dalam diskusi media bertajuk Riset Ekosistem Terumbu Karang di Indonesia yang berlangsung di Media Center LIPI, Jakarta, Kamis (17/4/2014).

Peneliti Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Giyanto mengatakan, hanya sebesar 5,29 persen dalam kondisi sangat baik, sebesar 27,14 persen masih dalam kondisi baik, dan sebesar 37,18 persen dalam kondisi cukup.

Meskipun demikian, terlihat ada kecenderungan atau tren kondisi terumbu karang yang semakin membaik apabila dibandingkan dengan pengamatan sejak 1993, ujarnya.

Hadir pada diskusi itu antara lain peneliti senior Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Suharsono dan dua peneliti dari Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, yaitu Deny Hidayati dan Widayatun.

Dijelaskan, program penyelamatan terumbu karang tidak hanya berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga berhasil meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat tentang pentingnya penyelamatan dan pelestarian terumbu karang. LIPI melalui kegiatan Coral Reef Rehabilitation and Management Program (Ceremap) terus berupaya meminimalkan kondisi terumbu karang Indonesia yang rusak. LIPI telah melakukan pengamatan terumbu karang secara lebih intensif dan berulang di 15 kota/kabupaten.

Giyanto menyebutkan, delapan kota/kabupaten yang diamati di Indonesia bagian barat adalah Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Mentawai, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kepulauan Riau, Kabupaten Lingga, dan Kota Batam.

Sedangkan, tujuh kota/kabupaten di Indonesia tengah dan timur, yakni Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep), Kabupaten Selayar, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Selayar, Kabupaten Sikka, Kabupaten Biak Numfor, serta Kabupaten Raja Ampat.

Dia menuturkan, meskipun terjadi penurunan tutupan karang hidup di Nias dan Mentawai, tetapi secara rata-rata hasil pengamatan terumbu karang yang dilakukan di lokasi yang berada di Indonesia bagian barat menunjukkan peningkatan persentase tutupan karang sekitar 4 persen per tahun berdasarkan pengamatan yang dilakukan sejak 2004 hingga 2011.

Penurunan tutupan karang hidup yang terjadi di Nias dan Mentawai lebih disebabkan oleh faktor bencana, yaitu gempa bumi yang diikuti oleh tsunami yang terjadi di akhir 2004, katanya.

Giyanto menambahkan, pada lokasi yang berada di Indonesia bagian tengah dan timur terjadi kondisi yang hampir sama seperti yang terjadi di lokasi Indonesia bagian barat. Walaupun terjadi penurunan tutupan karang hidup di Biak, tetapi secara rata-rata hasil pengamatan terumbu karangnya menunjukkan peningkatan persentase tutupan karang sekitar 3 persen per tahun berdasarkan data pengamatan 2006-2011.

Penurunan tutupan karang hidup yang terjadi di Biak lebih disebabkan oleh faktor bencana, yaitu badai hebat yang terjadi pada 2009 dan peristiwa pemutihan karang (bleaching) yang melanda perairan Biak akibat naiknya temperatur air laut pada 2010, jelasnya.

Sementara itu, peneliti senior Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Suharsono menuturkan, secara umum penyebab rusaknya terumbu karang akibat perilaku manusia dan faktor alam. Dan, kerusakan yang disebabkan perilaku manusia, kondisinya sulit bisa kembali pulih seperti semula.

Peneliti pada Pusat Penelitian Kependudukan LIPI Deny Hidayati dan Widayatun yang juga tergabung dalam program Ceremap menuturkan, upaya penyelamatan terumbu karang tidak hanya melalui pengamatan semata. Mereka mencontohkan, cara lainnya juga perlu terus dilakukan yakni dengan pengembangan pendidikan pesisir dan laut serta riset dan monitoring sosial ekonomi.

Deny menjelaskan, Bidang Edukasi Ceremap telah menyusun, memproduksi dan mendistribusikan materi edukasi dalam bentuk Serial Buku Pesisir dan Laut Kita untuk tingkat SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA/SMK atau sederajat yang dilengkapi dengan buku panduan guru dan materi-materi pendukung untuk masing-masing tingkatan.

Tidak hanya itu, Ceremap juga telah pula melakukan riset dan monitoring sosial ekonomi masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Ini bertujuan untuk memahami kondisi sosial ekonomi, permasalahan dan kebutuhan masyarakat, serta potensi dan alternatif solusi yang berkaitan dengan pengelolaan terumbu karang.

Diharapkan, melalui edukasi dan riset tersebut dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk penyelamatan terumbu karang. (A-94/A-88)***



» Arsip
» Diakses : 11 kali
» Dikirim : 0 kali



View the Original article

No comments:

Post a Comment