LIPI Sediakan Teknologi Mudah dan Murah untuk Pengolahan Air GambutRabu, 15 Mei 2013 (Jakarta, 16 Mei 2013 - Humas LIPI). Merespon banyaknya lahan gambut di Indonesia dan tingginya kebutuhan akan air bersih, LIPI telah berhasil mengembangkan teknologi Instalasi Pengolahan Air Gambut (IPAG) yang mampu mengolah air gambut menjadi air layak konsumsi yang sesuai standar yang disyaratkan Kementerian Kesehatan. Teknologi yang telah dikembangkan sejak tahun 2009 ini telah diimplementasikan dan disosialisakan di banyak daerah di Indonesia, salah satunya dalam kegiatan Diseminasi Iptek LIPI di Kabupaten Banyuasin, Propinsi Sumatera Selatan, 30 April sampai 2 Mei 2013.
Menurut Dr. Ignasius D.A. Sutapa, M.Sc., peneliti dari Pusat Penelitian Limnologi LIPI, air gambut memiliki sifat asam yang berbahaya bagi kesehatan. Air gambut membahayakan kesehatan gigi dan lambung. Meski tidak dikonsumsi pun, air gambut yang bersifat asam dapat menyebabkan iritasi kulit jika digunakan untuk mandi, terang Ignasius. Faktanya, konsumsi air gambut lebih dari 10 tahun ternyata telah mengakibatkan mayoritas penduduk Tanjung Sari, Kabupaten Banyuasin, Propinsi Sumatera Selatan mengalami iritasi kulit dan tidak mempunyai gigi sehingga mereka terpaksa menggunakan gigi palsu. Kondisi ini diperparah dengan tingkat layanan air bersih yang baru mencapai 40 persen dan harga air bersih yang cukup mahal sekitar 6 ribu per galonnya. Sayangnya, kondisi tersebut tidak hanya terjadi di kabupaten berpopulasi 762.482 jiwa ini saja tapi juga di kabupaten lain di propinsi Sumatera Selatan, seperti di kabupaten Ogan Komering Ilir. Perlu diketahui, Sumatera Selatan memiliki lahan gambut terbesar ketiga di Indonesia, yakni seluas 1,4 juta hektar. Teknologi Instalasi Pengelohan Air Gambut yang Murah
Karakteristik air gambut yang asam, memiliki kandungan organik dan logam tinggi, serta berwarna coklat kemerahan sampai kehitaman membutuhkan proses pengolahan sebelum menjadi air layak konsumsi. Pengolahan air gambut perlu tiga tahapan yakni menetralkan keasaman air, menghilangkan warna dan senyawaan lainnya, dan memisahkan partikulat, jelas Ignasius. Sistem knock down yang dipadukan dengan desain alat yang sederhana menjadikan teknologi yang tekah mendapatkan paten dari Kementerian Hukum dan HAM RI ini mudah untuk dioperasikan dan dikelola secara mandiri oleh warga. Konsumsi listriknya juga rendah sehingga cocok untuk wilayah yang memiliki sumber listrik minim. Teknologi ini telah diterapkan di desa Hiyang Bana, kecamatan Tasik Payawan, kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah dan mampu memproduksi air bersih sebanyak 3600 liter per jam untuk memenuhi kebutuhan bagi 755 jiwa. Pemasangan IPAG dapat menjadi alternatif untuk mengolah air gambut menjadi air bersih, jelas Ignasius.Ignasius bersama tim LIPI dan didampingi oleh staf Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Banyuasin juga melakukan peninjauan lokasi dan pengambilan bahan penelitian di daerah desa Tanjung Sari, kecamatan Tanjung Lago, kabupaten Banyuasin. Tim LIPI mengambil contoh air tadah hujan yang ditampung dalam kolam dan air sungai gambut. Pada musim kemarau tingkat warna air sungai berwarna kecoklatan sedangkan pada musim penghujan air berwarna kemerahan. Dari hasil analisa sementara diketahui contoh air tadi memiliki tingkat keasaman yang tinggi. Untuk analisa lebih lanjut, contoh air tadi dibawa ke laboratorium Pusat Penelitian Limnologi LIPI di Cibinong Science Center, Cibinong, Jawa Barat untuk diteliti lebih lanjut.Intinya, IPAG menyediakan teknologi pembersih air gambut yang biayanya lebih murah dan alternative sumber air bersih bagi masyarakat di wilayah bergambut, pungkas Ignasius. (shm/fza/yos)
» Arsip » Diakses : 95 kali » Dikirim : 0 kali | |
View the
Original article
No comments:
Post a Comment