Monday, July 14, 2014

PROBLEM PENELITI ADALAH KEPERCAYAAN DIRI

Problem Peneliti adalah Kepercayaan Diri
Senin, 14 Juli 2014

Sebagai institusi yang melakukan tugas pemerintah di bidang ilmu pengetahuan, peneliti dan kinerjanya merupakan elemen penting bagi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan Peneliti (Pusbindiklat Peneliti) merupakan satuan kerja di lingkungan LIPI yang mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagai pembina peneliti untuk seluruh kementerian dan lembaga negara.

Redaksi web LIPI berkesempatan mewawancarai Kepala Pusbindiklat Peneliti LIPI Prof. Dr. Enny Sudarmonowati. Kepada redaksi web LIPI, sosok yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Himpunan Peneliti Indonesia (Himpenindo) ini mengungkapkan upaya mengoptimalkan karya tulis peneliti LIPI, publikasi di media, juga pengembangan tenaga penunjang peneliti untuk meningkatkan kinerja LIPI.

Bagaimana upaya dari Pusbindiklat Peneliti untuk mengoptimalkan karya-karya ilmiah peneliti LIPI supaya bisa dijadikan rujukan jurnal internasional?

Problem peneliti LIPI adalah kepercayaan diri yang selalu merasa kurang yakin karya tulisnya layak masuk jurnal internasional. Kebanyakan peneliti LIPI membuat karya tulis ilmiah namun formatnya seperti laporan. Untuk membuat yakin, kami selalu melakukan sosialiasi bagaimana karya tulis layak disitasi. LIPI sudah mempunyai Peraturan Kepala LIPI tentang Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah termasuk penulisan jurnal yang kami launching pada Desember 2012.

Peningkatan sitasi tentu saja dari mutu karya tulis ilmiah untuk bisa dimuat di jurnal internasional. Peningkatan bisa melalui workshop, kami mengundang narasumber dari Scopus untuk mendapat trik bagaimana disitasi atau minimal diindeks. Misalnya buat yang unik Indonesia, masalah yang ada di Indonesia, atau kekayaan alam Indonesia yang tidak ada di negara lain. Bisa juga melalui skema kerjasama penelitian dengan luar negeri. Kita mendorong peneliti kita untuk memperluas kerjasama dan join research dengan peneliti luar.

Kami juga belajar dari perguruan tinggi di universitas tertentu yang pengelola jurnalnya bisa membuat karya tulis yang disitasi jurnal ilmiah internasional. Jurnal internasional sebetulnya bukan selalu jurnal yang diterbitkan di luar negeri. Tapi jurnal bereputasi internasional. Bisa jurnal yang terbit di Indonesia namun bereputasi internasional. Jadi kami juga membina pengelola jurnal agar repuitasinya meningkat menjadi jurnal internasional. Dari segi sarana prasarana. Saat ini semua jurnal sudah harus online karena terkait aksebilitas dan visibilitas. Kalau belum online akan susah karena jumlahnya terbatas dan cakupannya mungkin hanya dalam negeri. Beda dengan online. Juga server. Misalnya saat verifikasi data oleh Scopus lalu server ternyata down kita mendapat embargo selama enam bulan.

Seberapa penting peringkat di Webometrics untuk menunjang posisi LIPI sebagai lembaga riset berkelas dunia?

Ini adalah salah satu ukuran. Webometrics kuncinya di visibilitas dan aksesibilitas tadi. Karena itu kita menghimbau bukan hanya karya tulis namun juga laporan-laporan kegiatan ada summary dalam bahasa Inggris supaya semua orang di seluruh dunia bisa mengetahui kinerja LIPI, termasuk juga kegiatan IPTEKDA di daerah juga harus ada laporan dalam bahasa Inggris.

Terkait dengan tulisan peneliti LIPI, masih ada peneliti yang tidak mencantumkan LIPI sebagai afiliasi saat menulis terutama untuk media massa. Bagaimana Pusbindiklat Peneliti menyikapi hal tersebut?

Kami di Pusbindiklat melihat hal itu terkait dengan penelitian. Tujuan mereka menulis di media untuk apa? Apakah untuk meningkatkan angka kredit atau untuk mendapat populer. Di Tim Penilai Peneliti Pusat, kalau instansi setuju untuk tidak membawa afiliasi itu kewenangannya kami serahkan ke instansi.LIPI perlu menentukan sikap. Apakah harus tetap membawa nama LIPI bila itu terkait dengan tugas pokok dan fungsi LIPI bahkan didanai dan memakai fasilitas LIPI, dan sebagainya. Itu ada di Klirens Etik Penelitian dan Publikasi Ilmiah. Dan sekarang yang penting adalah sosialisasinya yang intensif ke peneliti.

RUU Penelitian dan Peneliti saat ini tengah dalam tahap pembahasan di DPR, sejauh ini apa upaya dari Pusbindiklat Peneliti sebagai Pembina peneliti Indonesia untuk mengawal proses tersebut?

RUU ini diusulkan Himpenindo dengan didukung LIPI. Kalau lewat LIPI sebagai instansi pemerintah akan mengantri lama di Prolegnas. Kita ingin inisiatif DPR, akan lebih pas kalau lewat himpunan atau asosiasi profesi. Saat ini kita sekarang sedang menimbang strategi lain. Apakah RUU ini maju lewat DPR dengan anggota yang lama tapisaat ini mereka masih sibuk dengan Pemilu atau menunggu sampai masuknya anggota DPR baru.

Sebagai kepanjangan tangan LIPI di tingkat nasional, kita mensosialisasikan RUU ini kemanapun. Semakin banyak yang menegerti akan banyak dukungan. Kita harus siapkan banyak Focus Group Discussion dan sosialisasi.

Sebagai Kepala Pusbindiklat Peneliti yang juga duduk sebagai Sekretaris Jenderal Himpenindo, bagaimana anda melakukan sinergi dua institusi tadi untuk memajukan dunia penelitian Indonesia ?

Himpenindo awalnya memang dari LIPI namun kami mencari partner dari Kementerian Keuangan dan Kementerian Pertanian. Kementerian Keuangan terkait pendanaan untuk workshop dan sebagainya, sedangkanKementerian Pertanian merupakan instansi pemerintahdengan peneliti terbanyak dan kinerjanya bagus disbanding yang lain dan ini kita jadikan model.

Kaitannya dengan peneliti LIPI, kalau mereka aktif dalam kegiatan Himpenindo ini akan membantu mereka mencapai hak-hak peneliti, seperti kesejahteraan. Kita punya 10 bidang seperti bidang Hukum dan HAKI, penguatan kelembagaan, penegakan etik, dan kesejahteraan. Ini tergantung apakah peneliti LIPI mau memanfaatkan Himpenindo atau tidak. Semua akan ada benefit-nya. Himpenindo juga mendorong peneliti lebih produktif lewat seminar di berbagai bidang untuk menambah wawasan peneliti, jaringan, juga publikasi.

Bagaimana action plan dari Pusbindiklat Peneliti untuk pembinaan tenaga penunjang peneliti dalam menunjang kinerja LIPI terkait dengan Reformasi Birokrasi?

Kami selalu mengatakan bukan hanya peneliti yang diberi perhatian namun juga penunjang peneliti harus diberi perhatian. Itu satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Akan pincang kalau hanya peneliti yang diperhatikan.Sekarang banyak peneliti yang mengeluh direpotkan dengan urusan administrasi. Kalau ditunjang oleh tenaga penunjang dengan tenaga fungsional yang terkait itu akan sangat membantu. Di luar negeri, peneliti tidak perlu memikirkan administrasi.

Tenaga penunjang peneliti juga penting medapatkan kesempatan training ke luar negeri. Menurut saya seeing is believing, seperti yang dilakukan Direktur Utama PT Kereta Api saat mengirimkan tenaga cleaning service untuk belejar kebersihan stasiun kereta di China. Tenaga penunjang harus diberi porsi lebih banyak untuk training dalam dan luar negeri. Pusbindiklat Peneliti mengalokasikan pendanaan untuk pembinaan SDM tenaga penunjang peneliti seperti pelatihan pengadaan barang jasa, arsiparis, penulisan ilmiah populer, dan sebagainya. Kami berharap kedepannya LIPI bisa lebih banyak menganggarkan untuk Pusbindiklat Peneliti terkait pembinaan tenaga penunjang peneliti. (fz/ms)



» Arsip
» Diakses : 212 kali
» Dikirim : 0 kali



View the Original article

No comments:

Post a Comment