Saturday, July 5, 2014

LIPI TEMUKAN SPESIES BARU TIKUS AIR PEMAKAN DAGING DI SULAWESI

LIPI Temukan Spesies Baru Tikus Air Pemakan Daging di Sulawesi
Sabtu, 5 Juli 2014

Jakarta - Kerja sama penelitian antara ilmuwan Australia, Indonesia, Amerika Serikat serta penduduk lokal Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat, membuahkan hasil. Kini, ditemukan spesies baru tikus air pemakan daging atau karnivora.

Penemuan spesies baru yang diberi nama Waiomys mamasae telah dipublikasikan dalam jurnal Zootaxa 3815(4)2014. Spesies ini merupakan tikus air yang pertama ditemukan di Sulawesi dan kawasan Asia Tenggara dan tidak memiliki hubungan kerabat dengan tikus New Guinea dan Australia serta merupakan hasil evolusi konvergen.

Tim penemu tikus jenis baru ini yaitu Dr. Kevin Rowe, Dr. Jacob Esselstyn dan Anang S. Achmadi, S. KH. Mereka menyatakan bahwa sebelumnya tikus semi akuatik lainnya hanya dikenal dari New Guinea, Australia, Afrika, dan Amerika Selatan. Spesies ini sebelumnya hanya diketahui oleh orang-orang lokal di dataran tinggi barat Pulau Sulawesi, dan telah digunakan sebagai jimat oleh penduduk setempat untuk melindungi rumah mereka dari kebakaran. Seperti halnya tikus semi-akuatik lainnya, spesies ini memakan serangga air yang menempel di dasar aliran.

Penulis utama Dr. Kevin Rowe, Senior Kurator Mamalia dari Museum Victoria mengatakan bahw keanekaragaman hayati kepulauan Indo-Australia menginspirasi lahirnya teori seleksi alam. Para ilmuwanmenggunakan urutan DNA untuk menunjukkan bahwa spesies baru itu bukan kerabat dekat dari spesies tikus air lainnya, termasuk dari New Guinea dan Australia. Hal ini menunjukkan bahwa morfologi tikus air Sulawesi dengan spesies tikus air lainnya merupakan hasil dari evolusi konvergen yang berarti bahwa hewan ini mengalami evolusi ciri yang mirip sebagai hasil adaptasi dengan lingkungan.

"Tikus air Sulawesi dan tikus air dari New Guinea tidak memiliki hubungan yang erat satu sama lain, begitu pula dengan tikus rumah dan tikus laboratorium. Tetapi mereka hidup di lingkungan yang sama yang dapat menjelaskan morfologi konvergen mereka," ungkap Dr. Esselstyn, Kurator Mamalia di Louisiana State University dan co-penulis penelitian.

Anang S. Achmadi, peneliti dari Pusat Penelitian (Puslit) Biologi LIPI selaku co-penulis penelitian mengatakan, penemuan tersebut secara signifikan memperluas pemahaman tentang keanekaragaman mamalia di Indonesia. "Dengan ini kita juga bisa menyoroti kebutuhan untuk inventarisasi keanekaragaman hayati," jelasnya.

Masyarakat mengetahui hewan ini sebagai "balau wai," atau tikus air dalam bahasa mereka, Mamasa Toraja. Nama ilmiah "Waiomys mamasae" yang berarti "tikus air Mamasa," mengakui pengetahuan mereka sebelumnya serta kontribusi mereka terhadap penemuan ilmiah spesies ini.

"Hutan di Mamasa merupakan hutan yang paling utuh di Sulawesi. Kondisi hutan yang baik adalah bukti orang-orang Mamasa sangat membatasi pembukaan hutan ke dasar gunung," kata Achmadi.

Pulau Sulawesi, terletak di persimpangan kepulauan Indo-Australia dan tetap terisolasi dari landas kontinen Asia dan Australia selama 10 juta tahun terakhir. "Sejarah Sulawesi menjelaskan bahwa pulau adalah rumah bagi banyak hewan aneh," Esselstyn mengakhiri.



» Arsip
» Diakses : 8 kali
» Dikirim : 0 kali



View the Original article

No comments:

Post a Comment