Saturday, September 27, 2014

Pers Release : EKSPO LIPI: BIORESOURCES UNTUK PEMBANGUNAN EKONOMI HIJAU

| Print |

1. Bioresources Untuk Ketahanan Pangan Peternakan Modern (Meat-Milk-Pro)

Kecukupan kebutuhan protein menjadi sangat penting karena berkorelasi dengan tumbuh kembang, kecerdasan dan daya imunitas seseorang. Setiap 1kg berat tubuh kita memerlukan 1gr protein.

Dengan asumsi berat rata2 orang Indonesia 60 kg maka dalam sehari membutuhkan 60 gram protein. Jika 25% dari 60 gram adalah protein hewani maka kita membutuhkan 15 gram protein hewani. Hal ini dapat dicapai jika kita mengkonsumsi 5-6 telur. Sekarang berapa butir telur anda makan per hari? Kemudian berapa gelas susu anda minum per hari? Maka dibutuhkan 2-3 gelas susu segar guna pemenuhan kalsium dan zat gizi lainnya. Sudah cukupkah nutrisi anda?

Guna pemenuhan kebutuhan kecukupan protein dalam rangka mendukung swasembada pangan LIPI telah mengembangkan Bioteknologi Peternakan Modern melalui proyek kerjasama dengan Negara Spanyol yang dinamai Meat-Milk-Pro yaitu sebuah kegiatan aplikasi peternakan modern dari pembibitan hingga pengolahan hasil ternak secara terpadu dan tidak menyisakan limbah atau Zero waste. Dari tahun 2011, fasilitas ini dilengkapi dengan peralatan-peralatan laboratorium modern secara bertahap sehingga Cibinong Science Centre LIPI menjadi Pusat Unggulan Bioteknologi Peternakan. Tahun 2012 Fasilitas penelitian bioteknologi peternakan modern seperti Confocal Laser Scanning Biological Microscope untuk penelitian in vitro fertilisasi dan mikro manipulasi embrio, Automated kit for purification of DNA yang berguna untuk Isolasi dan pemurnian DNA, Near Infrared Analyser dan Pilot Feed Processing Factory untuk inkubator prosesing pakan. mulai diterima dan terpasang. Sampai saat ini,sedang dilakukan aplikasi teknik reproduksi berbasis bioteknologi di sentra-sentra peternakan daerah (Lombok, Sumatera, Sulawesi dan Jawa Barat). Pengembangan sentra-sentra peternakan di daerah menjadi sangat penting guna mempermudah koneksitas dan logistic antar daerah.

Litbang pupuk organik berbasis mikroba Indonesia (PN 5):

Pupuk Organik Hayati (POH) pendukung Biovillage

Permasalahan
Permasalahan yg dihadapi dibidang pertanian sekarang diantaranya adalah dampak negatif aplikasi bahan kimia agro yang berlebihan. Hal tersebut menyebabkan rusaknya sifat biologi, kimia dan fisika tanah, semakin punahnya agen biokontrol dan serangga penyerbuk, peledakan hama dan penyakit, tanaman menjadi semakin rentan terhadap hama dan penyakit, produktivitas lahan semakin turun, semakin menambah biaya saprodi dan hilangnya kearifan lokal pembuatan pupuk organik.

Riset POH LIPI

Dengan spirit inovasi untuk konservasi, Teknologi POH Beyonic LIPI menawarkan Pupuk Organik Hayati (POH) untuk membangun pertanian berkelanjutan berbasis mikroba unggul terseleksi dari berbagai ekosistem Indonesia. Jadi teknologi POH Beyonic tidak sekedar pupuk organik untuk ditujukan produksi tanaman, tetapi juga sekaligus meningkatkan biodiversitas yang ada sehingga tercipta alam yang lestari dan berkelanjutan. Biyang induk mikroba agen POH disimpan di INACC untuk menjamin kualitas POH yg meliputi: kemurnian, kestabilan aktivitas, adaptabilitas dan viabilitas. Teknologi POH Beyonik siap untuk memberi pelayanan bagi masyarakat umum, usaha kecil-menengah dan industri. Khusus bagi masyarakat, moto POH Beyonic adalah memasyarakatkan ilmu dan mengilmiahkan masyarakat yang diharapkan dari pola pikir petani yang tergantung pupuk kimia sinthesis anorganik menjadi mandiri organik. Untuk itu dilakukan sosialiasasi, pelatihan, alih teknologi dan aplikasi POH serta pendampingan.
Mikroba unggulan POH Beyonic: Rhizobium, Azotobacter, Pseudomonas, Bacillus, Trichoderma, Klebsiela, Streptomyces, Aspergillus, Penicillium, Burkholderia, dll.
Aktivitas POH: menambat N, melarutkan P, K, penghasil Zat Pengatur Tumbuh (ZPT), asam-asam organik, Biopestisida


Produk POH & Jangkauan luasan aplikasi


StarTmik (>300 Ha), aplikasi di Malinau, Ngawi, Wonogiri, Ponorogo, Kulon Progo, Kebumen, Tasikmalaya, Sukabumi, Bogor, Garut, Cipanas, Krawang, Banten, Kampar, Lampung. Untuk PEMDA yang telah mengadobsi teknologi POH Beyonic adalah kab Malinau-Kaltara telah membangun lab POH sangat modern dan sarana produksi POH, sedangkan Ngawi-Jatim telah membangun sarana produksi POH di 3 kecamatan dg kapasitas masing-masing 3000 lt/3minggu. Kedelai Plus (> 200 Ha) di Sukabumi, Cianjur, Gunung Kidul, Banten, Lampung, Malang  Mikrosalin (> 20 Ha) di Jembrana, Cilacap, Semarang, Bantul, Biomat (>100 Ha) di Demak, brebes, Klaten

Manfaat aplikasi POH yang telah dirasakan oleh masyarakat yang mengadopsi teknologi POH Beyonic yaitu panen meningkat 10-25 % meski penggunaan pupuk anorganik sintesis diturunkan 30-50 %. Komuditas tanaman pertanian yang telah diaplikasi antara lain: Padi, Palawija, sayur-sayuran dan sorgum. Lebih dari 750 orang petani/ praktisi pertanian telah dilatih dalam pembuatan POH dari berbagai wilayah di Indonesia.

PADI GOGO LIPI

Keberadaan lahan kering di Indonesia mencapai 51 juta ha dan 5,1 juta ha diantaranya cocok untuk lahan pertanian namun belum dimanfaatkan maksimal. Untuk menunjang program intensifikasi, dengan memanfaatkan lahan kering sebagai lahan perluasannya perlu diikuti penyediaan varietas unggul. Aplikasi varietas unggul di lahan tersebut adalah teknologi paling murah dan efisien untuk meningkatkan produksi padi lahan kering. Melalui program Prioritas Nasional (2011-1012) LIPI telah melepas tiga varietas padi gogo, yaitu Inpago LIPI Go1, Inpago LIPI Go2 (2012) dan InpagoLIPI Go4 (2013). Keunggulan varietas-varietas tersebut antara lain: potensi hasil tinggi (7,1 - 8,2 ton/ha), rerata hasil antara 4,2 - 4,4 ton/ha, umur genjah (sekitar 100 hari), tahan beberapa ras penyakit blas, toleran kekeringan, agak toleran cekaman Aluminium. Varietas-varietas ini mampu diaplikasikan pada lahan suboptimal kering yang banyak tersebar di luar Jawa.

Melalui program diseminasi, padi LIPI Go1 dan Go2 telah diujicobakan di beberapa wilayah di Indonesia antara lain Merauke (area demplot), diseminasi di Lampung Timur, Lampung Selatan dan Sukabumi Selatan dengan luas pertanaman 1-5 ha dengan hasil 6-7 ton/ha. Pada tahun 2013-2014, kegiatan diseminasi untuk padi LIPI Go1 dan Go2 dengan aplikasi pupuk organik hayati LIPI (Bio Vam dan Bio Plus) telah dilakukan pada luasan 20 ha. Lokasi kegiatan di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Pemupukan dengan pupuk organik hayati (POH) diharapkan mengurangi aplikasi pupuk kimia, mengurangi kerusakan tanah, dan meningkatkan produktivitas hasil. Panen perdana yang dilakukan pada bulan Maret 2014 menghasilkan 3-4,5 ton/Ha gabah kering panen pada semua lokasi uji. Hasil panen ini lebih tinggi dua kali lipat dibandingkan varietas lokal serta waktu tanam yang lebih singkat.

Ubi kayu tinggi tinggi beta karoten

Penelitian mengenai ubi kayu telah menghasilkan bibit ubi kayu berkualitas yang memiliki keunggulan dalam hal nutrisi yaitu beta karoten, protein dan mineral. Dua klon ubi kayu berkadar beta karoten dan protein tinggi yang dikembangkan adalah Mentega 2 dan FEC-25. Klon Mentega 2 diperoleh melalui seleksi dari ratusan jenis plasma nutfah ubi kayu, sedangkan klon FEC-25 diperoleh dari hasil rekayasa in vitro berupa induksi variasi somaklonal dengan material dasar friable embriogenic callus (FEC) menggunakan zat pengatur tumbuh picloram. Klon Mentega 2 memiliki kadar beta karoten rata-rata sebesar 23.5 ng/g dan klon FEC- 25 memiliki kadar beta karoten rata-rata sebesar 21 ng/g. Kedua klon tersebut memiliki kadar beta karoten 1.5 – 1.68 kali lebih tinggi dibandingkan dengan vareitas pembandingnya yang memiliki kadar beta karoten rata-rata sebesar 14.0 ng/g. Kedua klon tersebut juga mempunyai keunggulan kadar nutrisi lainnya serta potensi masa simpan umbi yang lebih panjang. Klon Mentega 2 memiliki keunggulan lain masing-masing dalam hal kadar mineral seng (Zn) dan besi (Fe) dua kali lebih tinggi dibanding varietas pembandingya, sedangkan FEC-25 memiliki daya tahan simpan umbi lebih panjang yaitu prosentase deteriorasi umbinya dibawah 15% yang lebih rendah dari varietas pembandingnya yang deteriorasi umbinya mencapai 100% hingga 2 minggu masa simpan. Diseminasi bibit unggul telah dilakukan di beberapa daerah yaitu Merauke, Sukabumi, Tasikmalaya, Bogor, Banten, Lampung dan Tapanuli Utara. Selain itu, terkait dengan optimalisasi budidaya ubi kayu, telah pula dilakukan pengembangan teknologi penepungan berbasis kendali stabilitas kadar beta karoten yang dilakukan melalui kerja sama di lingkungan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) maupun dengan industri mitra. Hingga saat ini telah diperoleh teknik produksi tepung ubi kayu kaya beta karoten. Kedua klon ubi kayu tinggi beta karoten yang telah dihasilkan diharapkan akan dapat meningkatkan nilai tambah ubi kayu sebagai bahan pangan sumber karbohidrat potensial bernutrisi unggul untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Nilai tambah nutrisi yang sangat penting perannya untuk kesehatan akan mendorong minat masyarakat secara lebih luas dalam penggunaan ubi kayu sebagai sumber pangan yang fungsional yang dampak lebih jauhnya juga akan mendorong perluasan industri makanan berbasis ubi kayu.

2. Bioresources Untuk Obat dan Kesehatan

Capaian yang dihasilkan dalam Bidang Teknologi Kesehatan dan Obat antara lain: Ekstrak Etanol Cakar Ayam (Selaginella sp.) Sebagai Obat Herbal Kanker; Informasi Data Base HER-2/NEU, Pembentukan Anti-Transferrin Reseptor Immunoliposom sebagai Sistem Pengantaran Terarah untuk Deteksi dan Terapi Kanker; Pembentukan Protein Rekombinan sebagai Kandidat Vaksin terhadap Escherichia coli O157:H7; Penelusuran Varian Baru Human Papilloma Virus Tipe Onkogenik Pada Kasus Kanker Leher Rahim Di Indonesia; Perangkat Lunak Iridologi LIPIRISM@; Potensi Lipistatin Sebagai Obat Antikolesterol; Potensi Salisil Anilida (SA) Sebagai Analog UK-3A Untuk Obat Antikanker; Produk Artemisinin dan Turunannya Untuk Obat Antimalaria; Produksi dan Purifikasi Hormon Pembentukan Sel Darah Putih hg-CSF Rekombinan; Purifikasi dan Uji Biologis Recombinant Human Erythropoietin(rhEPO), Eksplorasi tacca di beberapa wilayah di Indonesia, total diperoleh sebanyak 157 nomor koleksi tumbuhan T. leontopetaloides dengan perincian sbb: di DI Jogjakarta, 50 nomor koleksi, Sukabumi : 19 nomor koleksi, 7 diantaranya Tacca leontopetaloides. Madura sebanyak 23 nomor koleksi, Karimunjawa: 65 nomor koleksi dan Pulau Kangean, Madura: 47 nomor koleksi. Hasil tumbuhan ini kemudian dikembangkan dengan teknik propagasi yang akan menghasil tumbuhan dengan hasil yang terbaik, teknik budidaya inilah yang nantinya akan dikembangkan dan ditularkan kepada masyarakat yang akan mengembangkannya.

3. Bioresources Untuk Kedaulatan energy

Permasalahan
Kebutuhan energi terutama yang berasal dari minyak bumi semakin hari semakin meningkat sementara ketersediaannya semakin berkurang, sehingga upaya pencarian energi alternatif sebagai pengganti minyak bumi perlu terus dikembangkan. Indonesia mempunyai potensi energi terbarukan seperti: biomassa, panas bumi, energi surya, energi air, energi angin, dan energi samudera, yang sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan dan dimasyarakatkan. Upaya melakukan substitusi bahan bakar minyak dengan sumberdaya alam hayati terutama menggunakan bahan yang tidak mengganggu kestabilan bahan pangan perlu terus dilakukan. Kebijakan konversi minyak tanah dengan gas juga perlu mendapat dukungan berbagai pihak untuk menghindari dampak yang merugikan masyarakat seperti yang marak terjadi dewasa ini.

Kebijakan dan Hasil

IPH LIPI memfokuskan pada kegiatan pengembangan pilot plant untuk bio-etanol dari ligno selulosa. Mulai tahun 2013, LIPI bekerjasama dengan JICA Jepang melalui kegiatan SATREP meneliti mengenai penggunaan berbagai limbah biomasa lignoselulosa sebagai bahan alternatif bahan bakar cair (bioetanol). Selanjutnya juga telah dilakukan menggali biodiesel dari mikroalga, tanaman nyamplung, jarak, nira dan mikroba untuk biogas, biohidrogen dan minyak nabati.

4. Bioresources Untuk Lingkungan dan Mitigasi Climate Change

Indonesia merupakan salah satu pusat keanekaragaman tumbuhan terbesar di dunia, hingga saat ini baru sebagian kecil saja ( 6.000 spesies) yang telah diketahui potensi dan manfaatnya untuk bahan pangan, sandang, papan, maupun industri. Di sisi lain, laju kerusakan hutan yang tinggi di Indonesia mengakibatkan luasan kawasan hutan semakin lama semakin berkurang, bahkan musnah dan beralih fungsi. Seiring dengan itu, tidak sedikit spesies tumbuhan maupun hewan telah dinyatakan punah atau dalam keadaan kritis. Di wilayah perairan, Indonesia merupakan tempat yang ideal bagi pertumbuhan terumbu karang namun kelestariannya terganggu oleh ancaman sebagai akibat dari aktifitas alam maupun manusia. Gangguan dari alam umumnya hanya sporadis dan sesekali saja serta mudah untuk pulih kembali, namun gangguan yang disebabkan oleh manusia, antara lain berupa teknik penangkapan ikan yang destruktif, pencemaran, penambangan karang, sedimentasi, dan pembangunan kawasan pesisir, dapat menimbulkan kerusakan yang terus-menerus dan sangat sulit untuk pulih kembali. Oleh sebab itu perlu upaya-upaya konservasi yang terus dilakukan baik di wilayah daratan maupun lautan.
Isu bencana dan lingkungan hidup memperkuat pentingnya dorongan pemerintah Indonesia untuk memajukan upaya pergeseran peran lembaga riset dan pengetahuan untuk bekerja di ranah trans-disiplin.

Kebijakan dan Hasil

Dalam bidang ini, fokus diarahkan pada kegiatan pengembangan sistem informasi dan penelitian kerusakan terumbu karang, penyusunan dokumen ilmiah kontribusi Indonesia untuk perubahan iklim, penyusunan panduan dan sosialisasi kesiapsiagaan masyarakat serta konservasi ex-situ dalam bentuk kebun raya daerah. Pembangunan kawasan konservasi ex-situ dalam bentuk kebun raya daerah makin mendesak mengingat tekanan yang dihadapi kawasan-kawasan konservasi in-situ yang semakin berat dan tidak dapat lagi diharapkan sepenuhnya melindungi keanekaragaman flora Indonesia. Hasil yang telah dicapai antara lain :


Pengembangan Konservasi Tumbuhan Indonesia-Kebun Raya Baru

Upaya membangun Kebun Raya (KR) sejalan dengan Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD) 1992, yang telah diratifikasi melalui Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994, serta tercantum dalam Agenda 21 Indonesia 1996 Bab 16 dan Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP). Upaya LIPI untuk mengembangkan Kebun Raya di Indonesia mendapat dukungan Pemerintah dengan ditetapkannya Peraturan Presiden (Perpres) 93/2011 tentang Kebun Raya, yang diharapkan mampu mempercepat pembangunan KR yang ada di Indonesia. Selama periode 2004-2012, LIPI telah mulai membangun 21 Kebun Raya Daerah di 17 propinsi, mendampingi empat kebun raya yang dikelola LIPI (Bogor, Cibodas, Purwodadi dan Bedugul). LIPI melakukan pendampingan secara intensif untuk Kebun Raya Baturaden dan Kebun Raya Balikpapan (2011), Kebun Raya Enrekang, Kuningan, Samosir (2012). Di tahun 2013, capaian sampai Juni adalah LIPI berupaya melakukan eksplorasi tanaman, pembuatan pembibitan, dan infrastruktur lainnya di berbagai Kebun Raya Daerah diantaranya Kebun Raya (KR) Samosir, Liwa, Sumatera Selatan, Solok, Batam, Jambi,Kuningan, Pucak, Minahasa, Kendari dan Pare-Pare, Balikpapan, Sambas, Katingan, Danaulaip, Kalimantan Selatan, Lombok, Wamena dan Cibinong.


Kemudian, Penerapan konsep Cagar Biosfer (CB) di Indonesia dianggap sangat penting. Konsep CB ini dipercaya dapat mengharmonisasikan antara kepentingan sosial-ekonomi dan pemanfaatan sumber daya alam. Sampai dengan tahun 2009, Indonesia hanya memiliki 6 Biosfer yaitu Cagar Biosfer Gunung Leuser (1980), Cagar Biosfer Cibodas (1980), Cagar Biosfer Tanjung Puting (1982), Cagar Biosfer Komodo 1990), Cagar Biosfer Pulau Siberut (1993), Cagar Biosfer Lore Lindu (1993). Pada tahun 2009, LIPI sebagai focal point Man of the Biosphere (MAB) – UNESCO berhasil memperjuangkan Giam Siak Kecil – Bukit Batu di Riau sebagai Cagar Biosfer Taman Laut Wakatobi juga berhasil diperjuangkan sebagai cagar biosfer dunia pada pertemuan "Penasihat Internasional Committee untuk Biosphere Reserve Program MAB UNESCO" ke-18 di Paris tanggal 2-4 April 2012.

5. Bioresources Untuk Material Baru

Sebagian masyarakat atau industri masih cenderung menggunakan jenis-jenis kayu tertentu, seperti kayu kamper, meranti, jati, merbau, dan mahoni sehingga pemanfaatan jenis kayu yang kurang dikenal masih terbatas. Selain kayu, material untuk konstruksi struktural,non-struktural (papan), sandang, dan militer dapat diperoleh dari serat alam tanaman dan beberapa jenis fauna. Namun, pemanfaatan material non-kayu tersebut masih belum seluruhnya mencapai tahapan komersialisasi. Karena semakin langkanya kayu, peluang serat alam, bambu, limbah pertanian dan perkebunan sebagai bahan baku pengganti kayu untuk industri-industri tersebut sangat besar. Sebagai contoh, bio nano komposit yang ringan tetapi kuat untuk material maju (komponen otomotif bahkan badan pesawat terbang) sangat dimungkinkan. Dengan membuat mikrotibril selulosa berukuran nano maka hal ini bukan hal yang tidak mungkin dicapai berdasarkan penelitian y"ang telah ilakukan.
Material-material baru berbasis bioresources telah dikembangkan di LIPI diantaranya adalah pengembangan material rumah tahan gempa, board-board ramah lingkungan untuk "vertical garden", biopestisida

PROSPEK DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI BUDIDAYA BEBERAPA JENIS SAYURAN LOKAL

Komisi Nasional Sumber Daya Genetik menyebutkan bahwa potensi sumber daya genetik sayuran dan buah-buahan Indonesia lebih dari 700 spesies, sekitar 75% potensi genetik hilang sebelum sempat dimanfaatkan.
Salah satu jenis yang perlu dilestarikan, diungkap dan dikembangkan adalah sayuran lokal (minor). Pengungkapan potensi baik dari segi keragaman jenis, potensi gizi, tehnik budidaya, potensi ekonomi dan pengembangannya melalui pemuliaan, penting dilakukan menuju pemanfaatan yang optimal dan berkelanjutan dalam menunjang program diversifikasi konsumsi sayuran sehingga tidak tergantung dari sayuran major.

Pengembangan jenis sayuran minor dapat memberikan kontribusi dalam keamanan pangan dan pengurangan kemiskinan. Jika secara proporsional tanaman pangan major digantikan atau dilengkapi oleh tanaman minor yang dibudidayakan, maka hal ini tidak hanya dapat meningkatkan jumlah jenis tetapi juga akan lebih menyehatkan karena lebih beragamnya konsumsi pangan.
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengungkap potensi dan upaya budidaya dari sumber daya hayati/plasma nutfah yang mempunyai potensi gizi (nutrisi) dan atau ekonomi tinggi namun belum diusahakan secara optimum. Diharapkan sumber daya hayati sayuran lokal yang melimpah dalam jumlah atau keragaman tersebut dapat ditingkatkan nilai tambahnya sehingga dapat lebih bermanfaat bagi masyarakat.

Dalam seminar akan diuraikan potensi gizi dan pengembangan tehnik budidaya sayuran minor yakni bayam kakap (petik), basela, genjer, kangkung potong dan katuk. Khusus katuk akan diungkap pula upaya untuk mendapatkan klon katuk unggul melalui poliploidisasi dengan perlakuan oryzalin yang menghasilkan katuk triploid yang memiliki potensi produksi lebih tinggi. (Dr. Syahruddin Said)



View the Original article

No comments:

Post a Comment