Jakarta Ambles 25 Cm Per TahunRabu, 27 Maret 2013 JAKARTA - Penyedotan air tanah secara berlebihan terbukti menyebabkan tanah di beberapa lokasi di Jakarta ambles hingga 25 sentimeter per tahun, kata seorang peneliti. Amblesnya tanah di Jakarta mengakibatkan banjir tahun 2013 lebih luas dibandingkan 2007.
"Data global positioning system (GPS) hasil penelitian dengan ITB menunjukkan subsidience rate (tanah ambles) bisa sampai 25 cm per tahun. Itu cukup tinggi untuk dislocation dari suatu bangunan," kata peneliti dari Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Robert M Delinom, pada diskusi publik "Mitigasi Banjir dan Longsor" di LIPI, Jakarta, Selasa (26/3).Selain itu, Robert menjelaskan berdasarkan data GPS tersebut, ambles tanah tercepat antara 20 hingga 25 cm per tahun terjadi di sekitar Senayan, Gedung DPR di kawasan Jalan Gatot Subroto, dan Joglo, Jakarta Barat. "Joglo, Senayan lebih cepat (ambles), terutama akibat pengambilan air tanah oleh hotel dan mal di sekitar lokasi,"ujar dia.Lokasi lain yang juga mengalami ambles tanah 5 hingga 15 cm per tahun terjadi di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, dan kawasan Jakarta Timur, seperti Duren Sawit dan Tambun, sementara di sekitar Kamal, Marunda, Sunter, dan Jagakarsa (Jakarta Selatan) stabil selama penelitian berlangsung. Robert mencatat Jakarta bagian barat memiliki rata-rata tingkat ambles yang tinggi, yakni di sekitar Pantai Mutiara dan Pantai Indah Kapuk."Karena manajemen air di daerah bangunan inilah yang menyebabkan kompleks ini tidak terlihat seperti kebanjiran, padahal itu tetap ambles," jelas Robert. Berdasarkan hasil penelitian bersama dengan ITB tahun 2000 hingga 2005, Robert mengatakan total penurunan ketinggian tanah terparah terjadi di daerah sekitar Daan Mogot yang mencapai hingga 70 cm. Dalam kurun waktu yang sama, Kalideres ambles hingga 40 cm, Ancol ambles lebih dari 30 cm, dan Kelapa Gading sekitar 30 cm. Di Jatinegara Timur, Kamal Muara, dan Cilincing ambles lebih dari 20 cm."Jika ingin melihat bukti yang jelas dari amblesnya tanah di Jakarta akibat penyedotan air tanah berlebih adalah tower di daerah Pasar Ikan, Jakarta Barat," lanjutnya. Penyedotan air tanah yang mengakibatkan amblesnya tanah di Jakarta, menurut Robert, membuat banjir di wilayah Jakarta pada 2013 menjadi lebih luas dibanding dengan banjir 2007.Penyedotan air tanah di Jakarta sudah dimulai sejak zaman Belanda, dan penyedotan air tanah tercatat semakin cepat terjadi sejak tahun 1989 hingga 2007, dengan rata-rata 70.000 meter kubik per hari hingga meningkat hampir 10 kali lipat menjadi 650.000 meter kubik per hari. Sejarah Banjir Menurut peneliti di Geoteknologi LIPI, Robert Delinom, banjir di Jakarta terjadi sejak zaman pendudukan Belanda. Bencana besar yang tercatat terjadi pada tahun 1621, 1654, 1918, 1976, 1996, 2002, 2007, dan 2013.Banjir pada 1918 terjadi akibat pembukaan kebun teh di Puncak, Bogor. "Hujan yang ekstrem ditambah tutupan lahan yang berubah tiba-tiba menyebabkan air larian begitu banyak, yang menyebabkan banjir," kata Robert.M Fakhrudin, peneliti Geoteknologi LIPI, menambahkan data sejarah ini mengindikasikan bahwa risiko banjir di Jakarta memang besar. Secara alamiah, Jakarta merupakan muara dari 13 sungai. Dari waktu ke waktu, banyak terjadi degradasi lahan yang menyebabkan potensi banjir kian besar. Di Sungai Ciliwung, misalnya, tahun 1973 debit puncaknya 100 kubik/detik, sekarang sudah di atas 500-an kubik/detik.Selain itu, secara alamiah kondisi topografi Daerah Aliran Sungai (DAS) di Jakarta berpotensi menyebabkan banjir. Banjir di tahun 2000-an, yang terbesar adalah 2007 lebih daripada 2013. nyk/Ant/P-5
» Arsip » Diakses : 41 kali » Dikirim : 0 kali | |
View the
Original article
No comments:
Post a Comment