Banjir dan Longsor Bisa Diprediksi dan DiantisipasiRabu, 27 Maret 2013 (Jakarta, 27 Maret 2013 Humas LIPI). Dengan waktu yang relatif bisa diprediksi, bencana banjir dan longsor sebetulnya bisa diantisipasi sehingga kerugian harta benda dan korban jiwa bisa diminimalisir. Sayangnya, selama ini, keterbatasan teknologi dan kemampuan penanggulangan bencana membuat banjir dan longsor selalu megakibatkan korban jiwa dan materi yang tak sedikit.
Banjir di Jakarta sudah ada sejak zaman pendudukan Belanda. Awalnya karena pembukaan kebun teh di Puncak. Peranan Puncak sudah bisa disimpulkan dari awal. Tutupan lahan di kawasan Puncak sangat mempengaruhi banjir di Jakarta, kata Dr. Robert M Delinom M.Sc., peneliti Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI sekaligus narasumber dalam Diskusi Publik Mitigasi Banjir dan Longsor yang diselenggarakan di Widya Graha LIPI, Kampus LIPI Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (26/3) kemarin.Hadir sebagai narasumber lainnya dalam diskusi tersebut, antara lain Dr. Ir. Adrin Tohari M.Eng (peneliti Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI), Drs. Muh. Fakhrudin M.Si. (peneliti Pusat Penelitian Limnologi LIPI), dan Dr. Bambang Widyatmoko M.Eng. (peneliti sekaligus Kepala Pusat Penelitian Fisika LIPI).Menurut Fakhrudin, banjir sangat dipengaruhi oleh curah hujan, tutupan lahan, dan sistem drainase. Curah hujan sulit untuk dikontrol. Sistem drainase dapat dikelola jika tutupan lahan dikelola dengan baik, jelasnya.Ia menambahkan, pengendalian banjir harus terintegrasi dari hulu ke hilir dan dilakukan multi sektoral. Hal ini yang posisinya kurang kuat, ujarnya.Bencana LongsorTerkait dengan bencana longsor, Adrin Tohari menjelaskan, pulau Jawa merupakan daerah dengan kejadian tanah longsor tertinggi di Indonesia. Kerentanan bencana tanah longsor di Indonesia disebabkan oleh kemampuan memprediksi tanah longsor yang belum memadai, ujarnya.Menurutnya, teknologi dengan pendekatan geoteknik dan geofisika dapat membantu menentukan gerakan tanah dalam skala lokal. Sangat membantu untuk menentukan lokasi dan waktu kejadian tanah longsor dalam skala regional, imbuhnya.Sementara itu, Bambang Widiyatmoko lebih menyoroti ketergantungan peralatan sensor (tanah longsor) dari luar negeri sehingga sangat sedikit yang bisa dipasang. Pembiayaan pengembangan peralatan hanya bertumpu pada anggaran penelitian. Diperlukan pengembangan sendiri agar mudah dan murah dalam perawatan, katanya. Pusat Penelitian Fisika LIPI sendiri telah mengembangkan sensor dan sistem deteksi longsor.Dikatakannya, sistem ini bekerja secara multi sensor yang meliputi sensor strain tanah, sensor curah hujan, sensor ekstensometer, dan sensor inklinometer dan ditempatkan di banyak titik. Sistem ini sudah diujicobakan di jalan tol Semarang-Ungaran, Jawa Tengah yang hasilnya dapat dipantau di Pusat Penelitian Fisika LIPI di Serpong, Tangerang Selatan, Banten, pungkasnya. (fza/pwd)
» Arsip » Diakses : 61 kali » Dikirim : 0 kali | |
View the
Original article
No comments:
Post a Comment