"Satelit itu menjadi satelit operasional yang sebagai pembelajaran untuk menguasai teknologi satelit. Ke depan kami berupaya menjadi negara mandiri untuk pengembangan satelit," kata Kepala LAPAN, Thomas Djamaludin, usai membuka Konferensi Penginderaan Jauh Kelautan, di Sanur, Denpasar, Selasa.
Selama ini Indonesia memanfaatkan data dari lembaga internasional untuk kepentingan penginderaan jauh dengan dibebankan biaya iuran tahunan yang tidak murah.
Sejak 2007, LAPAN berupaya menuju lembaga mandiri untuk satelit penginderaan jauh.
"Kami sudah meluncurkan satelit penginderaan jauh pada 2007 satelit ekperimen mikro yang disebut LAPAN Tubesat atau LAPAN A1," ucapnya.
Satelit penginderaan jauh yang menggunakan kamera video itu sudah berjalan selama sekitar tujuh tahun sehingga kekuatan sensor sudah berangsur-angsur menurun.
Kini, lembaga pemerintah non-departemen itu tengah menyiapkan dua satelit baru yang akan diluncurkan pertengahan dan akhir 2015.
Satelit itu yakni satelit LAPAN A2 yang bermuatan kamera penginderaan jauh, deteksi kapal laut dan komunikasi radio amatir.
Selain itu, ada lagi satelit yang siap diluncurkan akhir tahun 2015 yakni LAPAN A3 yang masih dalam tahap integrasi dan pengujian.
"Satelit umurnya tidak sampai 15 tahun jadi kami tidak bisa bergantung dengan negara lain. Berikutnya kami harapkan harus bisa menguasai satelit komunikasi dan penyiaran yang saat ini dibeli dari asing," harapnya.
Sementara itu untuk penginderaan jalur darat, LAPAN memiliki lima unit pesawat remote pengawas berawak dan tanpa awak atau LAPAN Surveilance Unmaned-LSU02 Areal Surveilance.
Penggunaan remote penginderaan daratan itu lebih banyak digunakan oleh lembaga, kementerian atau pemerintah daerah untuk kepentingan pemetaan lahan hutan, pertanian, lingkungan bencana dan perencanaan wilayah.
Editor: Ade Marboen
COPYRIGHT © ANTARA 2014
View the Original article
No comments:
Post a Comment