Friday, June 28, 2013

Seminar Nasional TMC Untuk Menuju Ketahanan Pangan dan Energi Nasional

Category: Berita Teknologi Sumberdaya Alam & Kebencanaan

“Mengatasi asap di Pekanbaru Riau, tim UPT Hujan Buatan BPPT sudah melakukan 8 sorti penerbangan: 6 kali pesawat Hercules dan 2 pesawat Cassa dibantu tiga pesawat helikopter untuk melakukan hujan buatan dan water bombing,” ungkap Kepala UPT Hujan Buatan BPPT,  F. Heru Widodo. Heru menjelaskan bahwa sebelumnya terdapat 164 hotspot dan sekarang tinggal 6 hotspot. “Saat ini memang hotspot mulai berkurang dan badai tropis sudah hilang. Namun kita tetap waspada memasuki musim kemarau hingga Oktober nanti, dimungkinkan hotspot bisa bertambah," ujarnya di sela Seminar Aplikasi TMC (Hujan Buatan) sebagai Alternatif Teknologi Menuju Tercapainya Ketahanan Pangan dan Energi dan Manfaatnya Bagi Provinsi, Kabupaten, Kota di Auditorium BPPT, Kamis (27/6).

Heru juga  menyebutkan bahwa musim yang dinamis membuat asap terjadi di bulan Juni, meski biasanya terjadi bulan Agustus-September. Oleh karena itu perlu penanganan dini. Sebab badai tropis di Laut China Selatan membuat massa uap air tersedot, sehingga sekitaran Sumatera kering dan miskin uap air. Namun saat ini secara riil hujan mulai sedikit terjadi di Pekanbaru dan harapannya terjadi hujan terus-menerus dan tumbuh banyak awan. Di Pekanbaru TMC pun masih akan berlangsung satu bulan.

Sementara itu, untuk memaksimalkan operasi TMC Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam, Ridwan Djamaluddin mengungkapkan saat ini BPPT memiliki lima pesawat yang dioperasikan untuk TMC. Ia pun berharap adanya tambahan pesawat baru untuk memaksimalkan TMC. “Apalagi tujuannya akan ditingkatkan di sektor pangan dan energi. Permintaan TMC sudah banyak dan mulai tidak terlayani. Kita butuh tambahan pesawat baru dan sedang menjajaki usulan dengan PT Dirgantara Indonesia dengan lebih besar lagi dampaknya, tidak perlu membeli dari luar dan menggunakan produk dalam negeri," ungkapnya.

Di sektor pangan, lanjut Ridwan, Thailand sudah lama memanfaatkan TMC dan memiliki satu skuadron pesawat khusus. Sehingga produktivitas tanaman, beras dan buahnya selalu baik, tidak terkendala perubahan iklim hingga bisa mengekspornya.

Heru mengungkapkan idealnya Indonesia memiliki 10 pesawat TMC. Jika nantinya akan memaksimalkan potensi pangan, 10 pesawat tersebut akan mengoptimalkan hujan buatan untuk mengisi waduk dan irigasi di 10 provinsi seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan dan Nusa Tenggara Barat.

Seminar Nasional TMC Untuk Menuju Ketahanan Pangan dan Energi Nasional

Perubahan iklim saat ini telah menjadi perhatian global, karena memberikan banyak dampak negative bagi Indonesia, salah satunya adalah pada sector pertanian. Kejadian banjir serta kekeringan akibat pergeseran musim dan berkurangnya curah hujan pada beberapa daerah di Indonesia menyebabkan besarnya potensi gagal panen. The Inter-Center Working Group on Climate Change (ICWG-CC) pada tahun 2002 menyatakan bahwa produktivitas pertanian di Asia diprediksi menurun sebesar 20%. Semakin bertambahnya frekuensi dan intensitas kejadian cuaca ekstrim menjadi penyebab utama menurunnya produktivitas pertanian. Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang, memiliki populasi penduduk miskin cukup besar, paling rentan terkena dampak perubahan iklim tersebut. Dari paparan laporan JICA (Gollen, 2012), terkait dengan hasil studi tranformasi pertanian dan ketahanan pangan pada tahun 2040 di negara ASEAN, hasil panen padi Indonesia sejak 2000 hanya meningkat sekitar 1 persen per tahun, sementara pertumbuhan penduduk di Indonesia bertumbuh 1,5 persen per tahun. Ini terlihat dalam data jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah dari 213 juta jiwa (2000) hingga mencapai 242 juta jiwa (2011).

Dalam rangka menunjang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), khususnya di sector ketahanan pangan, Kementerian Pertanian telah mencanangkan program surplus 10 juta ton beras yang ditargetkan akan tercapai pada tahun 2014. Tekad pemerintah untuk tercapainya 10 juta ton beras bukanlah hal yang mudah. Dampak perubahan iklim (kekeringan dan banjir), diprediksi akan menjadi kendala utama yang menghambat tercapainya ketahanan pangan nasional tersebut. Oleh karena itu, untuk mendukung terwujudnya ketahanan pangan dan sekaligus ketahanan energi, diperlukan solusi teknologi yang dapat mengantisipasi atau meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan oleh faktor iklim. Salah satu di antaranya yaitu dengan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC). BPPT melalui UPT Hujan Buatan sudah cukup berpengalaman mendayagunakan TMC dalam mendukung program ketahanan pangan dan ketahanan energi, melalui pengisian waduk-waduk yang berfungsi untuk irigasi dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).

Tidak hanya itu, TMC juga kerap menjadi solusi untuk penanganan masalah bencana kabut asap akibat kebakaran lahan dan hutan yang hampir selalu terjadi setiap tahun di Indonesia manakala musim kemarau tiba. Contohnya, seperti yang saat ini tengah dilakukan di Pekanbaru (Riau). Sejak masalah kabut asap mulai ramai dibicarakan akibat komplain dari Negara tetangga sehingga mulai menjadi masalah nasional, TMC turut berperan aktif sebagai salah satu upaya penanganan pemadaman kebakaran lahan dan hutan melalui operasi udara.

Sebagai bentuk kepedulian terhadap Program Ketahanan Pangan yang telah dicanangkan oleh Pemerintah, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melalui UPT-Hujan Buatan (UPTHB), bekerjasama dengan Lembaga Kajian Pembangunan Daerah (LKPD) merencanakan akan menyelenggarakan SEMINAR NASIONAL APLIKASI TEKNOLOGI MODIFIKASI CUACA (HUJAN BUATAN) SEBAGAI ALTERNATIF TEKNOLOGI MENUJU TERCAPAINYA KETAHANAN PANGAN & ENERGI DAN MANFAATNYA BAGI PROVINSI/KABUPATEN/KOTA. Seminar Nasional ini akan menghadirkan praktisi dan narasumber dari BPPT, Kementerian Pertanian, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian PPN/Bappenas, BMKG, BNPB, PemProv DKI Jakarta, PemProv Kalimantan Tengah, BUMN, dan Dunia Usaha.

Seminar Nasional ini, akan membahas 3 (tiga) agenda, yakni : (1) Teknologi Modifikasi Cuaca dari aspek teknis, mekanisme kerja sesuai dengan prosedur dan tahapan, sistem logistik, dan biaya pengoperasian TMC; (2) Manfaat Teknologi Modifikasi Cuaca dalam menanggulangi bencana kekeringan akibat iklim yang ekstrim, bencana kabut asap akibat kebakaran lahan dan hutan, bencana hidrometeorologi (banjir), dan manfaat lainnya dalam rangka menuju tercapainya Ketahanan Pangan (food security) dan Ketahanan Energi (energy security); (3) Peluang kerjasama antara UPT-Hujan Buatan dengan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota, BUMN, dan Dunia Usaha (khususnya di sektor Perkebunan, Kehutanan, dan Pertambangan) dalam pemanfaatan Teknologi Modifikasi Cuaca (Hujan Buatan). (SYRA/humas)



View the Original article

No comments:

Post a Comment