Monday, June 10, 2013

LIPI: IDEOLOGI PENGELOLAAN BOROBUDUR BERGESER

LIPI: Ideologi Pengelolaan Borobudur Bergeser
Senin, 10 Juni 2013

Magelang, Antara Jateng - Tim peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menyatakan telah terjadi pergeseran ideologi penanganan Candi Borobudur dari konservasi, restorasi menjadi pengelolaan yang berorientasi pada pemanfaatan kawasan Borobudur dan sekitarnya untuk kepentingan ekonomi. "Perubahan idiologi pengelolaan itu juga bersamaan dengan ekspansi spasial penguasaan dan pengaturan Borobudur dan sekitarnya oleh otoritas pengelola," kata anggota tim peneliti LIPI, Dedi S. Adhuri di Magelang, Sabtu.

Ia mengatakan hal tersebut pada paparan "Kajian politik ekonomi pengelolaan cagar budaya: Situs Trowulan (Jawa Timur), Candi Borobudur (Jawa Tengah), dan Situs Banten Lama (Banten)" di Pondok Tingal Borobudur.

Ia menuturkan, kombinasi tersebut melahirkan bermacam persoalan yang mendorong terbentuknya berbagai kelompok kepentingan yang kemudian terlibat dalam kontestasi penguasaan pengelolaan Borobudur dan sekitarnya.

Narasi sejarah pengelolaan Candi Borobudur, katanya, diwarnai dengan usaha-usaha pelestarian dan pembentukan nilai sejak ditemukan hingga sekarang.

Periode awal pelestarian dimulai sejak penemuan oleh Raffles yang kemudian dilakukan pemugaran oleh Theodor van Erp. Periode kedua pelestarian dilakukan sejak Indonesia merdeka, khususnya setelah menjadi anggota Unesco pada 1950. Para ahli arkeologi melanjutkan usaha pelestarian dengan mencari dukungan internasional.

"Selain mendapatkan dukungan tenaga ahli untuk meneliti kondisi fisik candi Borobudur juga bantuan dana pemugaran serta model pengelolaannya," katanya.

Ia mengatakan, studi JICA dan Universitas Gadjah Mada tahun 1979 menghasilkan konsep pengelolaan berdasarkan tata ruang dengan lima zonasi. Hasil kajian ini kemudian diberi landasan hukum berupa Peraturan Gubernur Jateng dan Peraturan Bupati Magelang mengenai tata ruang kawasan Candi Borobudur.

Dedi mengatakan, pemugaran pada 1980-1983 memaksa penduduk enam dusun untuk pindah dari zona I dan zona II. Pemerintah pusat kemudian membentuk Balai Konservasi Peninggalan Borobudur untuk mengelola zona I dan PT Taman Wisata Candi Borobudur dan Prambanan untuk mengelola zona II.

Koordinator penelitian LIPI, Riswanto Tirtosudarmo, mengatakan penelitian yang mengambil tema Kajian politik ekonomi pengelolaan cagar budaya ini berlangsung selama tiga tahun (2012-2014) dilakukan oleh Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI.

Ia mengatakan, tiga cagar budaya, yakni Candi Borobudur, Situs Trowulan, dan Situs Kasultanan Banten Lama ini dipilih karena nilai warisan budayanya yang besar dan signifikansi historisnya tinggi.

"Ketiganya merupakan representasi peradaban yang penting yang berbeda. Borobudur (abad VII-VIII) representasi peradaban Buddha-Jawa, Trowulan (abad XIII-XIV) representasi peradaban Hindu-Jawa, dan Banten Lama (abad XVI-XVII yang merupakan representasi peradaban Islam," katanya.



» Arsip
» Diakses : 13 kali
» Dikirim : 0 kali



View the Original article

No comments:

Post a Comment