Wednesday, March 27, 2013

TIAP TAHUN PERMUKAAN TANAH JAKARTA MENURUN 5-15 MM

Tiap Tahun Permukaan Tanah Jakarta Menurun 5-15 mm
Rabu, 27 Maret 2013

Jakarta - Penurunan muka tanah Jakarta diperkirakan akan semakin meluas. Wilayah Jakarta Barat tergolong wilayah yang mendominasi penurunan muka tanah, dengan penurunan mencapai 5-15 mm per tahun.

Penurunan muka tanah atau amblesan tanah ini juga menjadi faktor pemicu penyebab banjir di Jakarta selain adanya perubahan tutupan lahan, kondisi geologi, dan perubahan iklim global.

Peneliti Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Robert M Delinom mengatakan, penelitian tentang kondisi bawah permukaan di Jakarta dan Semarang mengharuskan upaya perubahan paradigma dan kebijakan.

Karenanya, LIPI bersama Research Institute for Humanity and Nature Kyoto melakukan penelitian sejak tahun 2006-2011 tentang banjir, penurunan air tanah, amblesan, polusi, dan interupsi air asin.

"Pengambilan air tanah di Jakarta dan Semarang mengakibatkan perubahan sifat fisik tanah dan terjadi banjir. Pengambilan air tanah mengurangi muka air tanah lebih dari yang kita perhitungkan," katanya dalam "Diskusi Publik bertema Mitigasi Banjir dan Longsor", di Widya Graha LIPI, Jakarta, Selasa (26/3).

Amblesan air tanah, lanjut Delinom, disebabkan pengambilan air tanah berlebihan, pembebanan konstruksi, kompaksi alamiah, dan aktivitas tektonik. Ia menyebutkan, sejak tahun 1879-2007 penyedotan air tanah (sumur) mendekati 4.000 sumur. Penyedotan air tanah pun mencapai 650.000 meter kubik per hari.

"Diperlukan kebijakan agar sumur-sumur ilegal tidak terjadi di Jakarta. Kalau dibiarkan, daerah rendah akan semakin meluas di Jakarta," ucapnya.

Jakarta memang sudah dilanda banjir sejak zaman pendudukan Belanda. Tercatat Jakarta yang dulu disebut Batavia sudah dilanda banjir pada tahun 1621, 1654, 1918, 1976, 1976 dan 1996. Kemudian banjir besar Jakarta pun terjadi di tahun 2002 dan 2007. Kerugian banjir pun luar biasa, tahun 2002 berdasarkan data konsultan Belanda NEDECCO mencapai Rp 10 triliun dan tahun 2007 berdasar data Bappenas Rp 8,8 triliun dan tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp 15 triliun.

Ia pun menyarankan agar di kawasan Jakarta Barat yang tergolong mengalami penurunan tanah terbesar hanya diperkenankan dihuni bangunan ringan dan bukan bangunan berfungsi berat.

"Di wilayah tengah, seperti Pulogadung, Gambir boleh digunakan untuk bangunan bertingkat. Sedangkan wilayah selatan harus dijadikan daerah resapan dan zona penyangga air tanah. Diperlukan bangunan berhalaman luas dan bukan bangunan rapat-rapat," paparnya.

Penulis: R-15/NAD



» Arsip
» Diakses : 24 kali
» Dikirim : 0 kali



View the Original article

No comments:

Post a Comment